Selasa, 31 Januari 2012

Dewa Brahma

Dewa Brahma

Brahma adalah dewa yang menduduki tempat pertama dalam susunan dewa-dewa Trimūrti, sebagai dewa pencipta alam semesta. Mitologi tentang Brahma muncul pertama kali dan berkembang pada zaman Brahmāna. Brahma dianggap sebagai perwujudan dari Brahman, jiwa tertinggi yang abadi dan muncul dengan sendirinya. Menurut kitab Satapatha Brahmāna, dikatakan bahwa Brahmalah yang menciptakan, menempatkan, dan memberi tugas para dewa. Sebaliknya, di dalam kitab Mahabharata dan Purana dikatakan bahwa Brahma merupakan leluhur dunia yang muncul dari pusar Wisnu. Sebagai pencipta dunia, Brahma dikenal dengan nama Hiranyagarbha atau Prajapati.

Pencipta dunia

Dalam ajaran-ajaran Weda dikatakan bahwa pada mulanya di saat dunia masih diselubungi oleh kegelapan, ketiak belum tercipta apa pun, Ia, makhluk yang ada dengan sendirinya yang tanpa awal dan akhir, berkeinginan mencipta alam semesta dari tubuhnya sendiri. Mula-mula ia menciptakan air, kemudian menyebarkan bermacam-macam benih-benihan. Dari benih-benih ini kemudian muncul telur emas yang bersinar seperti cahaya matahari. Dari telur emas inilah Brahma lahir yang merupakan perwujudan dari Sang Pencipta itu sendiri. Menurut kitab Wişņu Purāna, telur emas itu merupakan tempat tinggal Sang pencipta selama ribuan tahun yang akhirnya pecah, dan muncullah Brahma dari dalamnya untuk mencipta dunia dengan segala isinya.

Brahma, seperti juga Çiwa dan Wişņu, memiliki bermacam-macam nama sebutan, di antaranya adalah Atmabhu (yang ada dengan sendirinya), Annawūrti (pengendara angkasa), Ananta (yang tiada akhir), Bodha (guru), Bŗhaspat (raja yang agung), Dhātā (pencipta), Druhina (sang pencipta), Hiranyagarbha (lahir dari telur emas), Lokesha (raja seluruh dunia), Prajāpati (raja dari segala makhluk), dan Swayambhū (yang ada dengan sendirinya). Di dalam mitologi Hindu dikatakan bahwa wahana (kendaraan) Brahma adalah hamsa (angsa).

Binantang-binantang yang dijadikan sebagai kendaraan para dewa pada kenyataannya merupakan manifestasi dari sifat-sifat para dewa itu sendiri. Hamsa adalah simbol dari “kebebasan” untuk hidup kekal. Sifat seperti ini dimiliki oleh Brahma. Hamsa merupakan binatang yang dapat hidup di dua alam, dapat berenang di air, dan terbang ke angkasa. Di air ia dapat berenang semaunya dan di angkasa ia dapat terbang ke mana saja ia suka. Ia mempunyai kebebasan, baik di bumi (= air) maupun di angkasa.

Dewa berkepala empat

Brahma dikenal juga sebagai dewa berkepala empat dengan masing-masing muka menghadap keempat arah mata angin. Keempat muka Brahma merupakan simbol dari empat kitab Weda, empat Yuga, dan empat warna. Karena memiliki empat kepala, brahma juga dikenal sebagai catur anana atau catur mukha atau asta karna (delapan telinga).

Kitab Matsya Purana menyebutkan bahwa kepala Brahma berjumlah lima, tapi tinggal empat karena dipotong Çiwa. Dalam kitab ini diceritakan bahwa Brahma mencipta seorang wanita dari tubuhnya sendiri yang diberinya lima buah nama; Satarupā, Sawitri, Saraswatī, Gāyatri, dan Brāhmani. Karena cantiknya, Brahma merasa tertarik, sehingga sang dewi terus dipandang. Satarupā yang merasa terus diperhatikan menghindar ke sebelah kanan. Dewa Brahma sebagai dewa besar malu untuk menoleh ke kanan dan karena itu muncul kepala Brahma ke dua di sebelah kanan. Begitu pula ketika Satarupā menghindar ke kiri, ke belakang, dan akhirnya muncul kepala Brahma yang kelima ketika Satarupā menghindar dengan terbang ke angkasa.

Menurut kitab Padma Purāna, ketika terjadi perselisihan antara Brahma dan Wişņu, Çiwa datang melerai keduanya dengan mengabulkan permintaan keduanya. Brahma sangat gembira, sehingga lupa memberi penghormatan kepada Çiwa. Çiwa merasa kurang senang lalu menghampiri Brahma dan kemudian memotong salah satu kepalanya dengan kuku jari kirinya dan berkata’ “Kepala ini terlalu terang, akan memberikan kesulitan kapada dunia karena sinarnya yang terang melebihi seribu cahaya matahari.”

Brahma yang dikenal sebagai salah seorang dewa Trimūrti ini bila dibandingkan dengan dewa-dewa Trimūrti lainnya, yaitu Çiwa dan Wişņu, tidaklah sebesar dan sepenting keduanya. Tidak ada kuil atau bangunan suci untuk memujanya, juga tidak ada aliran yang khusus memuja Brahma seperti yang terjadi pada aliran-aliran Çiwait maupun Wişņuit. Walaupun tidak ada bangunan suci yang diperuntukkan kepadanya, dalam relung-relung kuil-kuil untuk Çiwa dan Wişņu, umumnya di relung utara diletakkan arca Dewa Brahma yang kadang-kadang juga dipuja.

Maulana, Ratnaesih. 1997. Ikonografi Hindu. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Hlm. 27 – 28

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More